Karena karakteristiknya berbeda gaya komunikasi saya pun menyesuaikan.
Reses ditahun 2025 ada nuansa sedikit berbeda dengan tahun sebelumnya karena sempat jedah oleh momen Pilpres 2024 dan dilanjut Pilkada Serentak 2024. Jadi nuansanya tidak hanya menyerap aspirasi tapi menerima curahan hati warga disejumlah desa.
Ada yang curhat soal pekerjaan, rumahnya belum dirapiin sampai curhat anaknya yang mau menikah. Apapun ceritanya reses memang jembatan komunikasi antara anggota dewan dengan konsituen di daerah pemilihan.
Saya yang berasal dari Dapil Kabupaten Serang, meliputi Kecamatan Tunjungteja, Petir, Jawilan, Cikande, Kragilan, Kibin, Ciruas, Pontang, Tirtayasa, Tanara, Pamarayan, Cikeusal dan Bandung juga harus menyapa mereka, salah satunya adalah melalui reses.
Dari reses yang saya lakukan harus diakui bahwa karakteristik daerah berbeda-beda karena problem yang dihadapi oleh warga juga berbeda. Semisal darah Pontirta (Pontang, Tirtayasa dan Tanara) lebih banyak menyampaikan persoalan pertanian, air bersih karena daerah ini memang wilayah pertanian.
Sementara di Kibin, Kragilan dan Cikande yang merupakan daerah industri persoalan calo tenagar kerja, sulitnya mencari pekerjaan menjadi problem yang paling dirasakan oleh warga di daerah ini.
Berbeda lagi dengan daerah Tunjungteja, Petir, Pamarayan, Bandung umumnya mereka menyampaikan aspirasi persoalan infrastruktur dan permodalan UMKM. Pemetaan ini menjadi penting untuk saya agar bisa memperjuangkan sesuatu yang menjadi prioritas untuk cepat diselesaikan.
Karena karakteristiknya berbeda gaya komunikasi saya pun menyesuaikan. Makanya setiap reses gaya bicara saya ada perbedaan konteks dan pendekatan karena memang karakteristik warganya juga berbeda akibat kondisi lingkungan yang berbeda.
Walaupun substansi untuk saya adalah sama, yaitu bagaimana memperjuangkan aspirasi mereka berdasarkan persoalan priortas yang harus segera mendapat jalan keluar.
Itulah mengapa dalam setiap reses saya hampir dipastikan makan siang di rumah salah satu warga, terkadang di rumah kepala desa, sering kali makan di salah satu tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Menu yang disiapkan juga saya minta tidak aneh-aneh, makanan khas kampung, seperti sambal, lalapan, semur jengkol, sayur asem dan menu khas kampung lainnya.
Kami makan bersama satu tempat, lesehan dan sembari berbincang dengan mereka dan seringkali ada aspirasi yang tersampaikan pada momen makan bersama.
Bahkan pernah beberapa kali makan di area persawahan, di sebuah gubuk milik petani. Di sekeliling gubuk ada tanaman timun, kacang, sawi dan lain sebagainya. Bagi saya nikmat aja makan dimanapun, apalagi makan bersama warga.
Dan saya menikmati itu semua karena saya juga memang orang yang berasal sama seperti mereka, kebetulan saja lagi diberi amanah sebagai Ketua DPRD Propinsi Banten.
Bukan cuma orang kampung basic pendidikan SMK saya juga pertanian jadi sudah familiar dengan masalah pertanian, hapal jenis pupuk dan istilah-istilah pertanian.
0Komentar